RUMAH RUKYAH

Islam Ahlussunnah Waljamaa,ah

Cari Blog Ini

Memahami makna takdir Allah menurut sahabat Umar

Memahami makna takdir Allah menurut sahabat Umar

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عَبْدِ الْحَمِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ زَيْدِ بْنِ الْخَطَّابِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الحَارِثِ بْنِ نَوْفَلٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ خَرَجَ إِلَى الشَّأْمِ حَتَّى إِذَا كَانَ بِسَرْغَ لَقِيَهُ أُمَرَاءُ الْأَجْنَادِ أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ وَأَصْحَابُهُ فَأَخْبَرُوهُ أَنَّ الْوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِأَرْضِ الشَّأْمِ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ فَقَالَ عُمَرُ ادْعُ لِي الْمُهَاجِرِينَ الْأَوَّلِينَ فَدَعَاهُمْ فَاسْتَشَارَهُمْ وَأَخْبَرَهُمْ أَنَّ الْوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِالشَّأْمِ فَاخْتَلَفُوا فَقَالَ بَعْضُهُمْ قَدْ خَرَجْتَ لِأَمْرٍ وَلَا نَرَى أَنْ تَرْجِعَ عَنْهُ وَقَالَ بَعْضُهُمْ مَعَكَ بَقِيَّةُ النَّاسِ وَأَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا نَرَى أَنْ تُقْدِمَهُمْ عَلَى هَذَا الْوَبَاءِ فَقَالَ ارْتَفِعُوا عَنِّي ثُمَّ قَالَ ادْعُوا لِي الْأَنْصَارَ فَدَعَوْتُهُمْ فَاسْتَشَارَهُمْ فَسَلَكُوا سَبِيلَ الْمُهَاجِرِينَ وَاخْتَلَفُوا كَاخْتِلَافِهِمْ فَقَالَ ارْتَفِعُوا عَنِّي ثُمَّ قَالَ ادْعُ لِي مَنْ كَانَ هَا هُنَا مِنْ مَشْيَخَةِ قُرَيْشٍ مِنْ مُهَاجِرَةِ الْفَتْحِ فَدَعَوْتُهُمْ فَلَمْ يَخْتَلِفْ مِنْهُمْ عَلَيْهِ رَجُلَانِ فَقَالُوا نَرَى أَنْ تَرْجِعَ بِالنَّاسِ وَلَا تُقْدِمَهُمْ عَلَى هَذَا الْوَبَاءِ فَنَادَى عُمَرُ فِي النَّاسِ إِنِّي مُصَبِّحٌ عَلَى ظَهْرٍ فَأَصْبِحُوا عَلَيْهِ قَالَ أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ أَفِرَارًا مِنْ قَدَرِ اللَّهِ فَقَالَ عُمَرُ لَوْ غَيْرُكَ قَالَهَا يَا أَبَا عُبَيْدَةَ نَعَمْ نَفِرُّ مِنْ قَدَرِ اللَّهِ إِلَى قَدَرِ اللَّهِ أَرَأَيْتَ لَوْ كَانَ لَكَ إِبِلٌ هَبَطَتْ وَادِيًا لَهُ عُدْوَتَانِ إِحْدَاهُمَا خَصِبَةٌ وَالْأُخْرَى جَدْبَةٌ أَلَيْسَ إِنْ رَعَيْتَ الْخَصْبَةَ رَعَيْتَهَا بِقَدَرِ اللَّهِ وَإِنْ رَعَيْتَ الْجَدْبَةَ رَعَيْتَهَا بِقَدَرِ اللَّهِ قَالَ فَجَاءَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ وَكَانَ مُتَغَيِّبًا فِي بَعْضِ حَاجَتِهِ فَقَالَ إِنَّ عِنْدِي فِي هَذَا عِلْمًا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلَا تَقْدَمُوا عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ قَالَ فَحَمِدَ اللَّهَ عُمَرُ ثُمَّ انْصَرَفَ

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari Abdul Hamid bin Abdurrahman bin Zaid bin Al Khatthab dari Abdullah bin Abdullah bin Al Harits bin Naufal dari Abdullah bin Abbas bahwa Umar bin Khatthab pernah bepergian menuju Syam, ketika ia sampai di daerah Sargha, dia bertemu dengan panglima pasukan yaitu Abu 'Ubaidah bersama sahabat-sahabatnya, mereka mengabarkan bahwa negeri Syam sedang terserang wabah. Ibnu Abbas berkata; "Lalu Umar bin Khattab berkata; 'Panggilkan untukku orang-orang muhajirin yang pertama kali (hijrah), ' kemudian mereka dipanggil, lalu dia bermusyawarah dengan mereka dan memberitahukan bahwa negeri Syam sedang terserang wabah, merekapun berselisih pendapat. Sebagian dari mereka berkata; 'Engkau telah keluar untuk suatu keperluan, kami berpendapat bahwa engkau tidak perlu menarik diri.' Sebagian lain berkata; 'Engkau bersama sebagian manusia dan beberapa sahabat Rasulullah Shalla Allahu 'alaihi wa sallam. Kami berpendapat agar engkau tidak menghadapkan mereka dengan wabah ini, ' Umar berkata; 'Keluarlah kalian, ' dia berkata; 'Panggilkan untukku orang-orang Anshar'. Lalu mereka pun dipanggil, setelah itu dia bermusyawarah dengan mereka, sedangkan mereka sama seperti halnya orang-orang Muhajirin dan berbeda pendapat seperti halnya mereka berbeda pendapat. Umar berkata; 'keluarlah kalian, ' dia berkata; 'Panggilkan untukku siapa saja di sini yang dulu menjadi tokoh Quraisy dan telah berhijrah ketika Fathul Makkah.' Mereka pun dipanggil dan tidak ada yang berselisih dari mereka kecuali dua orang. Mereka berkata; 'Kami berpendapat agar engkau kembali membawa orang-orang dan tidak menghadapkan mereka kepada wabah ini.' Umar menyeru kepada manusia; 'Sesungguhnya aku akan bangun pagi di atas pelana (maksudnya hendak berangkat pulang di pagi hari), bagunlah kalian pagi hari, ' Abu Ubaidah bin Jarrah bertanya; 'Apakah engkau akan lari dari takdir Allah? ' maka Umar menjawab; 'Kalau saja yang berkata bukan kamu, wahai Abu 'Ubaidah! Ya, kami lari dari takdir Allah menuju takdir Allah yang lain. Bagaimana pendapatmu, jika kamu memiliki unta kemudian tiba di suatu lembah yang mempunyai dua daerah, yang satu subur dan yang lainnya kering, tahukah kamu jika kamu membawanya ke tempat yang subur, niscaya kamu telah membawanya dengan takdir Allah. Apabila kamu membawanya ke tempat yang kering, maka kamu membawanya dengan takdir Allah juga.' Ibnu Abbas berkata; "Kemudian datanglah Abdurrahman bin 'Auf, dia tidak ikut hadir (dalam musyawarah) karena ada keperluan. Dia berkata; "Saya memiliki kabar tentang ini dari Rasulullah Shalla Allahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda: "Jika kalian mendengar suatu negeri terjangkit wabah, maka janganlah kalian menuju ke sana, namun jika dia menjangkiti suatu negeri dan kalian berada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar dan lari darinya." Ibnu 'Abbas berkata; "Lalu Umar memuji Allah kemudian pergi."

Dalam hadist diatas yang termuat dalam kitab sohih bukhori sebenarnya bukan soal takdir Allah yang dituju,tetapi hadist itu menjelaskan suatu wilayah yang lagi terdampak wabah penyakit kusta dan bagaimana sahabat Umar dan sahabat-sahabat lainnya dalam mengambil tindakan.Tetapi pelajaran
yang dapat diambilnya adalah bahwa sahabat Umar dan sahabat-sahabat yang lainnya menarik diri dan mengurungkan niatnya menuju wilayah tersebut yang lagi terdampak wabah.

Dalam makna hadist diatas disitu Abu Ubaidah bin Jarrah mempertanyakan tindakan sahabat Umar yang berniat menarik rombongan dan mengurungkan niatnya memasuki wilayah tersebut(wilayah yang terdampak wabah kusta).Apakah tindakan sahabat Umar bukannya mau lari dari takdir Allah?,sahabat umar justru menegur Abu Ubaidah bin Jarrah dan menjawabnya:iya saya lari dari takdir Allah yang satu menuju takdir Allah yang lainnya yang lebih baik.

Pelajaran yang bisa diambil adalah apa yang menimpa kita atau suatu kaum adalah takdir Allah,tetapi bukan berarti kita tak dibenarkan ketika kita lari atau menghindar dari takdir itu dan berusaha menggapai takdir Allah yang lain yang lebih baik lagi.Penyakit yang menimpa adalah takdir Allah,tetapi berupaya sembuh dari penyakit itu merupakan langkah baik untuk menggapai takdir Allah yang lainnya yang lebih baik yaitu kesembuhan.Kesusahan hidup yang menimpa juga takdir Allah,tetapi berupaya terhindar dari itu merupakan langkah baik yang manusiawi menuju takdir Allah yang lainnya yang lebih baik lagi yaitu berlimpahnya anugrah Allah berupa kebahagiaan hidup.

Maka takdir Allah itu bagaimana kita mengambil tindakannya,kalau kita cuma diam dalam satu hal yang menyusahkan kita dan kita menganggap itu takdir Allah dan kita tidak mengambil tindakan untuk menghindar dari itu,maka kita akan tetap berada dalam kondisi seperti itu.Akan tetapi kalau kita berusaha agar terbebas dari hal itu maka bisa jadi Allah akan menukar takdir yang satu dengan takdir yang lebih baik,dan inilah konteknya bahwa manusia dituntut agar selalu berusaha dalam menggapai hajatnya dan Allahlah yang menentukannya.


Wallahu a'lam bissowab......

Ilmu laduni,antara hakikat dan hurafat


Manusia dilahirkan di bumi ini dalam keadaan bodoh, tidak mengerti apa-apa. Lalu Allah mengajarkan kepadanya berbagai macam nama dan pengetahuan agar ia bersyukur dan mengabdikan dirinya kepada Allah dengan penuh kesadaran dan pengertian.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur." (An-Nahl: 78)
Pada hakikatnya, semua ilmu makhluk adalah "Ilmu Laduni" artinya ilmu yang berasal dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Para malaikat-Nya pun berkata: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami." (Al-Baqarah: 32).

Ilmu laduni dalam pengertian umum ini terbagi menjadi dua bagian.

Pertama, ilmu yang didapat tanpa belajar (wahbiy ).
Kedua, ilmu yang didapat karena belajar (kasbiy).

Bagian pertama

(didapat tanpa belajar) terbagi menjadi dua macam:

1. Ilmu Syar'iat

yaitu ilmu tentang perintah dan larangan Allah yang harus disampaikan kepada para Nabi dan Rasul melalui jalan wahyu (wahyu tasyri'), baik yang langsung dari Allah maupun yang menggunakan perantaraan malaikat Jibril.

Jadi semua wahyu yang diterima oleh para nabi semenjak Nabi Adam alaihissalam hingga nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam adalah ilmu laduni termasuk yang diterima oleh Nabi Musa dari Nabi Khidlir . Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman tentang Khidhir: "Yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami." (Al-Kahfi: 65)
Di dalam hadits Imam Al Bukhari, Nabi Khidlir alaihissalam berkata kepada Nabi Musa alaihissalam: "Sesungguhnya aku berada di atas sebuah ilmu dari ilmu Allah yang telah Dia ajarkan kepadaku yang engkau tidak mengetahuinya. Dan engkau (juga) berada di atas ilmu dari ilmu Allah yang Dia ajarkan kepadamu yang aku tidak mengetahuinya juga."

Ilmu syari'at ini sifatnya mutlak kebenarannya, wajib dipelajari dan diamalkan oleh setiap mukallaf (baligh dan mukallaf) sampai datang ajal kematiannya.

2. Ilmu Ma'rifat (hakikat)

yaitu ilmu tentang sesuatu yang ghaib melalui jalan kasyf (wahyu ilham/terbukanya tabir ghaib) atau ru'ya (mimpi) yang diberikan oleh Allah kepada hamba-hambaNya yang mukmin dan shalih. Ilmu kasyf inilah yang dimaksud dan dikenal dengan julukan "ilmu laduni" di kalangan ahli tasawwuf. Sifat ilmu ini tidak boleh diyakini atau diamalkan manakala menyalahi ilmu syari'at yang sudah termaktub di dalam mushaf Al-Qur'an maupun kitab-kitab hadits. Menyalahi di sini bisa berbentuk menentang, menambah atau mengurangi.

Bagian Kedua

Adapun bagian kedua yaitu ilmu Allah yang diberikan kepada semua makhluk-Nya melalui jalan kasb (usaha) seperti dari hasil membaca, menulis, mendengar, meneliti, berfikir dan lain sebagainya.
Dari ketiga ilmu ini (syari'at, ma'rifat dan kasb) yang paling utama adalah ilmu yang bersumber dari wahyu yaitu ilmu syari'at, karena ia adalah guru. Ilmu kasyf dan ilmu kasb tidak dianggap apabila menyalahi syari'at. Inilah hakikat pengertian ilmu laduni di dalam Islam.

Khurafat Shufi

Istilah "ilmu laduni" secara khusus tadi telah terkontaminasi (tercemari) oleh virus khurafat shufiyyah. Sekelompok shufi mengatakan bahwa:
- Ilmu laduni" atau kasyf adalah ilmu yang khusus diberikan oleh Allah kepada para wali shufi. Kelompok selain mereka, lebih-lebih ahli hadits(sunnah), tidak bisa mendapatkannya.

- Ilmu laduni" atau ilmu hakikat lebih utama daripada ilmu wahyu (syari'at).

Mereka mendasarkan hal itu kepada kisah Nabi Khidlir alaihissalam dengan anggapan bahwa ilmu Nabi Musa alaihissalam adalah ilmu wahyu sedangkan ilmu Nabi Khidhir alaihissalam adalah ilmu kasyf (hakikat). Sampai-sampai Abu Yazid Al-Busthami (261 H.) mengatakan: "Seorang yang alim itu bukanlah orang yang menghapal dari kitab, maka jika ia lupa apa yang ia hapal ia menjadi bodoh, akan tetapi seorang alim adalah orang yang mengambil ilmunya dari Tuhannya di waktu kapan saja ia suka tanpa hapalan dan tanpa belajar. Inilah ilmu Rabbany."

- Ilmu syari'at (Al-Qur'an dan As-Sunnah) itu merupakan hijab (penghalang) bagi seorang hamba untuk bisa sampai kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

- Dengan ilmu laduni saja sudah cukup, tidak perlu lagi kepada ilmu wahyu, sehingga mereka menulis banyak kitab dengan metode kasyf, langsung didikte dan diajari langsung oleh Allah, yang wajib diyakini kebenarannya. Seperti Abd. Karim Al-Jiliy mengarang kitab Al-Insanul Kamil fi Ma'rifatil Awakhir wal Awail. Dan Ibnu Arabi (638 H) menulis kitab Al-Futuhatul Makkiyyah.

- Untuk menafsiri ayat atau untuk mengatakan derajat hadits tidak perlu melalui metode isnad (riwayat), namun cukup dengan kasyf sehingga terkenal ungkapan di kalangan mereka
"Hatiku memberitahu aku dari Tuhanku." Atau "Aku diberitahu oleh Tuhanku dari diri-Nya sendiri, langsung tanpa perantara apapun."
Sehingga akibatnya banyak hadits palsu menurut ahli hadits, dishahihkan oleh ahli kasyf (tasawwuf) atau sebaliknya.

Dari sini kita bisa mengetahui mengapa ahli hadits (sunnah) tidak pernah bertemu dengan ahli kasyf (tasawwuf).
Bantahan Singkat Terhadap Kesesatan di atas.

- Kasyf atau ilham tidak hanya milik ahli tasawwuf. Setiap orang mukmin yang shalih berpotensi untuk dimulyakan oleh Allah dengan ilham. Abu Bakar radhiallahu anhu diilhami oleh Allah bahwa anak yang sedang dikandung oleh isterinya (sebelum beliau wafat) adalah wanita. Dan ternyata ilham beliau (menurut sebuah riwayat berdasarkan mimpi) menjadi kenyataan. Ibnu Abdus Salam mengatakan bahwa ilham atau ilmu Ilahi itu termasuk sebagian balasan amal shalih yang diberikan Allah di dunia ini.

Jadi tidak ada dalil pengkhususan dengan kelompok tertentu, bahkan dalilnya bersifat umum, seperti sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasalam:
"Barangsiapa mengamalkan ilmu yang ia ketahui, maka Allah mewariskan kepadanya ilmu yang belum ia ketahui." (Al-Iraqy berkata: HR. Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah dari Anas radhiallahu anhu, hadits dhaif).

- Yang benar menurut Ahlusunnah wal Jama'ah adalah Nabi Khidhir alaihissalam memiliki syari'at tersendiri sebagaimana Nabi Musa alaihissalam. Bahkan Ahlussunnah sepakat kalau Nabi Musa alaihissalam lebih utama daripada Nabi Khidhir alaihissalam karena Nabi Musa alaihissalam termasuk Ulul 'Azmi (lima Nabi yang memiliki keteguhan hati dan kesabaran yang tinggi, yaitu Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad).
Adapun pernyataan Abu Yazid, maka itu adalah suatu kesalahan yang nyata karena Nabi shallallahu 'alaihi wasalam hanya mewariskan ilmu syari'at (ilmu wahyu), Al-Qur'an dan As-Sunnah. Nabi mengatakan bahwa para ulama yang memahami Al-Kitab dan As-Sunnah itulah pewarisnya, sedangkan anggapan ada orang selain Nabi shallallahu 'alaihi wasalam yang mengambil ilmu langsung dari Allah kapan saja ia suka, maka ini adalah khurafat sufiyyah.

- Anggapan bahwa ilmu syari'at itu hijab adalah sebuah kekufuran, sebuah tipu daya syetan untuk merusak Islam. Karena itu, tasawwuf adalah gudangnya kegelapan dan kesesatan. Sungguh sebuah sukses besar bagi iblis dalam memalingkan mereka dari cahaya Islam.

- Anggapan bahwa dengan "ilmu laduni" sudah cukup adalah kebodohan dan kekufuran. Seluruh ulama Ahlussunnah termasuk Syekh Abdul Qodir Al-Jailani mengatakan: "Setiap hakikat yang tidak disaksikan (disahkan) oleh syari'at adalah zindiq (sesat)."

- Inilah penyebab lain bagi kesesatan tasawwuf. Banyak sekali kesyirikan dan kebid'ahan dalam tasawwuf yang didasarkan kepada hadits-hadits palsu. Dan ini pula yang menyebabkan orang-orang sufi dengan mudah dapat mendatangkan dalil dalam setiap masalah karena mereka menggunakan metode tafsir bathin dan metode kasyf dalam menilai hadits, dua metode bid'ah yang menyesatkan.

Tiada kebenaran kecuali apa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau bersabda:
"Wahai manusia belajarlah, sesungguhnya ilmu itu hanya dengan belajar dan fiqh (faham agama) itu hanya dengan bertafaqquh (belajar ilmu agama/ilmu fiqh). Dan barangsiapa yang dikehendaki baik oleh Allah, maka ia akan difaqihkan (difahamkan) dalam agama ini." (HR. Ibnu Abi Ashim, Thabrani, Al-Bazzar dan Abu Nu'aim, hadits hasan). (Abu Hamzah As-Sanuwi).

Sumber dalil:
- Al-Fathur Rabbaniy, Abdul Qadir Al-Jailani (hal. 159, 143, 232).
- Al-Fatawa Al-Haditsiyah, Al-Haitamiy (hal. 128, 285, 311).
- Ihya' Ulumuddin, Al-Ghazali (jilid 3/22-23) dan (jilid 1/71).
- At-Tasawwuf, Muhammad Fihr Shaqfah (hal. 26, 125, 186, 227).
- Fathul Bariy, Ibnu Hajar Al-Asqalaniy (I/141, 167).
- Fiqhut Tasawwuf, Ibnu Taimiah (218).
- Mawaqif Ahlusunnah, Utsman Ali Hasan (60, 76).
Al-Hawi, Suyuthiy (2/197).

Islam menjaga keutuhan keluarga


Agama yang paling besar perhatiannya kepada keluarga adalah Islam, tidak ada tatanan dan aturan yang memberi perhatian kepada keluarga seperti -alih-alih mengungguli- Islam. Islam memiliki tatanan sempurna dan unggul di segala bidang kehidupan tanpa kecuali, keluarga, mulai dari fase pra keluarga; bagaimana seorang muslim mendapatkan pasangannya secara baik dan benar, apa saja yang boleh dan tidak boleh dia lakukan, lalu bagaimana berakad dengan pasangan, akad mana yang shahih dan akad mana yang rusak, setelah akad harus bagaimana, apa hak dan kewajiban dan seterusnya, dalam semua itu Islam memiliki tatanan sempurna dan terbaik yang tidak akan ditemukan pada selain Islam.

Islam berhasrat membentuk dan membangun masyarakat yang baik, bersih dan mulia, di mana anggota-anggotanya hidup dalam strata kemanusiaan yang luhur sesuai dengan derajat kemanusiaan yang dimuliakan oleh penciptanya, dan sudah dimaklumi bahwa sebuah masyarakat adalah susunan atau kumpulan dari rumah-rumah yang lazim disebut dengan keluarga, ibarat sebuah tembok yang menjulang tinggi lagi kokoh, di mana ia merupakan susunan batu bata yang terekat oleh pasir dan semen, batu bata tersebut adalah keluarga dan tembok kokoh itu adalah sebuah masyarakat. Bata yang baik lagi kuat menyumbang dan memberi andil besar dalam membangun sebuah tembok yang kokoh, sebaliknya dengan bata yang rapuh, sebuah tembok tidak akan bertahan lama.

Tidak keliru kalau dikatakan bahwa kebaikan sebuah masyarakat kembali kepada kebaikan keluarga-keluarga, sebaliknya adalah sebaliknya, dari sini kita memahami besarnya perhatian Islam kepada keluarga, khususnya menjaganya dari keretakan dan perpecahan, membendung sebab-sebabnya, menutup sarana-sarananya dan memblokade jalan-jalannya, hal ini supaya keluarga tetap tegak karena tegaknya keluarga membawa kebaikan kepada banyak pihak.

Penjagaan Islam terhadap keluarga terlihat dari ungkapan al-Qur`an yang menyebut seorang wanita yang bersuami dengan al-muhshanah, kata ini adalah kata dalam bahasa Arab yang berarti yang terjaga, jadi wanita yang bersuami adalah wanita yang terjaga, terjaga dari perkara-perkara di mana dia patut terjaga darinya, karena dia terjaga maka Islam mengharamkan menikahi wanita yang bersuami,
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ [النساء : 24]
“Dan diharamkan pula kamu mengawini wanita yang bersuami.” (An-Nisa`: 24).

Tidak sampai batas ini, bahkan Islam mengharamkan menikahi wanita yang telah ditalak suami tetapi masih dalam masa iddah, hal ini demi menjaga dan melindungi sebuah bangunan keluarga, karena dia terjaga maka dia harus menjaga kerterjagaan tersebut dengan tidak merobeknya melalui perbuatan yang bisa merobeknya, hal seperti ini ditegaskan pula oleh ayat yang lain, di mana ayat ini mengungkapkannya dengan hafizhah yang berarti yang menjaga atau memelihara,
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ [النساء : 34]
“Sebab itu wanita yang shalih adalah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri.” (An-Nisa`: 34).

Jadi wanita yang berkeluarga adalah wanita yang terjaga, terpelihara dan terlindungi, dia sekaligus menjaga, memelihara dan melindungi dirinya, termasuk keluarganya agar tidak hancur berantakan.

Karena wanita yang berkeluarga adalah wanita yang terjaga dan menjaga, maka siapa pun tidak boleh merusaknya dengan tujuan apapun, dengan maksud hendak menikahinya setelah dia rusak dari suaminya, atau hanya sekedar merusaknya dan setelah itu habis manis sepah dibuang atau hanya sekedar untuk iseng seperti isengnya seorang bocah dengan seekor burung emprit, “Bukan termasuk golongan kami orang yang merusak seorang wanita atas suaminya dan seorang hamba atas majikannya.” Begitu baginda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda seperti yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah.

Benar, orang yang merusak wanita atas suaminya dengan mengomporinya supaya dia berani terhadap suaminya, memanas-manasinya supaya dia melawan suaminya, memprovokasinya supaya dia durhaka kepada suaminya, mendorongnya supaya dia berkacak pinggang di depan suaminya bukan termasuk golongan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, karena dia salah seorang bala tentara iblis yang dia sebar demi tujuan tersebut, Imam at-Tirmidzi meriwayatkan –dan dia berkata, “Hadits hasan shahih”- dari Jabir bin Abdullah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya iblis meletakkan singgasananya di atas air, lalu dia menyebar bala tentaranya, yang paling dekat kepadanya adalah yang paling besar fitnahnya dari mereka, salah seorang dari mereka datang, dia berkata, ‘Aku melakukan ini dan ini.’ Iblis berkata, “Kamu tidak melakukan apa-apa.’ Lalu salah seorang dari mereka datang, dia berkata, ‘Aku tidak meninggalkannya sebelum aku memisahkan antara dia dengan istrinya.’ Maka iblis mendekatkannya dan dia berkata, ‘Kamulah orangnya.” Al-A’masy, salah seorang rawi hadits berkata, menurutku dia berkata, “Maka iblis merangkulnya dan mendekatkannya.”

Karena wanita yang berkeluarga adalah wanita yang terjaga dan menjaga, maka dia tidak layak menjadi penghancur rumah tangganya sendiri dengan tangannya melalui talak yang dia minta kepada suami tanpa alasan yang dibenarkan, “Wanita mana pun yang meminta talak kepada suami tanpa sebab maka haram atasnya bau surga.”(HR. Al-Hakim 3/196 dan dia menshahihkannya, disetujui oleh adz-Dzahabi).

Wanita peminta talak tanpa alasan adalah wanita yang tidak menjaga, dia kufur nikmat maka layak kalau dia dibalas dengan diharamkannya aroma surga baginya.

Karena wanita yang berkeluarga adalah wanita yang terjaga dan menjaga maka dia tidak boleh merusak rumah tangga saudarinya dengan meminta suaminya untuk mentalaknya agar dia bisa memonopoli suami, di samping hal ini merusak sebuah keluarga, ia juga menumpahkan bejana saudarinya, maksudnya menghalangi rizkinya dan seorang wanita muslimah tidak layak melakukan hal ini. “Seorang wanita tidak meminta (suami) mentalak saudarinya untuk menumpahkan apa yang ada di piring atau bejananya, hendaknya dia menikah karena rizkinya atas Allah.” (HR. Ahmad dari Abu Hurairah).

Karena wanita yang berkeluarga adalah wanita yang terjaga dan menjaga, maka dia tidak patut membicarakan seorang perempuan di depan atau kepada suaminya dengan pembicaraan yang membuat suami seolah-olah melihatnya, hal ini bisa memicu perasaan suami kepada perempuan tersebut, menyibukan pikirannya kepadanya, seandainya perempuan itu adalah kekasih atau istriku, begitu yang terbersit di benaknya, selanjutnya setan meniup sihirnya dan memasang jaring perangkapnya, maka suami berusaha mencari cara dan tangga untuk bisa sampai kepada perempuan itu, ini berarti istri telah menghancurkan rumahnya sendiri dengan tangannya.

Dari sini maka syariat mengharamkan membicarakan perempuan tanpa sebab yang dibenarkan, Imam at-Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Janganlah seorang wanita menyifati seorang wanita kepada suaminya sehingga seolah-oleh suaminya melihat kepadanya.” Wallahu a'lam.

Rukyah dan penjelasannya


Ruqyah menurut syara

Ruqyah adalah bacaan sebagai pengobatan syar’i untuk melindungi diri dan untuk mengobati orang sakit,baik itu penyakit hati,gangguan jin,baik itu sekedar gangguan keisengan jin nakal seperti halnya kesurupan atau gangguan jin yang menyebabkan sakitnya anggota tubuh.

 Bacaan ruqyah berupa ayat ayat al-Qur’an dan doa-doa yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW atau lainnya.

Berikut Pendapat ulama mengenai hukum melakukan ruqyah, yaitu:

1.Imam Nawawi mengatakan :“Mustahab (dianjurkan) dibaca al-Fatihah atas orang yang kena sengatan dan orang sakit”.

2.SayyidAlawi al-Saqaf berkata :“Mustahab (dianjurkan) ruqyah dan tidak khusus serta tidak tergantung hanya kepada orang sakit, berbeda dengan yang berpendapat syadz(keluar dari mayoritas) pendapat. 

Yang lebih afdhal adalah ruqyah dengan surat-surat yang sudah dianjurkan, kemudian dengan ucapan ta’awudz, karena kandungannya minta perlindungan dari segala hal-hal yang tidak disukai secara global dan rinci”.

Sayyid ‘Alawi al-Saqaf, selanjutnya mengatakan :“Kebolehan itu dengan syarat pada setiap ruqyah jauh dari nama-nama dan perkataan-perkataan yang tidak diketahui maknanya, karena nama dan perkataan-perkataan tersebut kadang-kadang mengandung kekufuran karena mengandung sumpah dengan malaikat atau jin dan membesarkan jin dengan seperti mensifatinya dengan ta’tsir (memberi bekas) atau ketuhanan”.

Dua fatwa di atas,berdasarkan dalil-dalil sebagai berikut :

1. Firman Allah SWT Q.S. Fushilat: 44

قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آَمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ

Artinya : Katakanlah, Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang orang yang beriman.(Q.S. Fushilat: 44)

2.Firman Allah SWT Q.S. Al-Isra’ : 82

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآَنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ

Artinya : Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang orang yang beriman.(Q.S. Al-Isra’ : 82)

3.Firman Allah SWT Q.S. Yunus : 57,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ

Artinya : Hai sekalian manusia, sesungguhnya telah datang kepada kalian pelajaran dari Rabb kalian, dan penyembuh bagi penyakit penyakit (yang berada) didalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.(Q.S. Yunus: 57)

4. Hadits riwayat ‘Auf bin Malik al-Asyja’i

عن عوف بن مالك الأشجعي قال كنا نرقي في الجاهلية فقلنا يا رسول الله كيف ترى في ذلك ؟ فقال اعرضوا على رقاكم لا بأس بالرقى ما لم يكن فيه شرك

Artinya : Dari ‘Auf bin Malik al-Asyja’i, beliau berkata, “Dahulu kami meruqyah di masa jahiliyyah. Lalu kami bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang hal itu?’ Beliau menjawab, ‘Tunjukkan kepadaku ruqyah-ruqyah kalian. Ruqyah-ruqyah itu tidak mengapa selama tidak mengandung syirik’. (HR. Muslim)

Pada masa jahiliyah, telah dikenal pengobatan ruqyah. Namun ruqyah kala itu banyak mengandung kesyirikan. Misalnya menyandarkan diri kepada sesuatu selain Allah, meyakini kesembuhan dari benda benda tertentu dan lainnya. Setelah Islam datang, maka Rasulullah SAW melarang ruqyah-ruqyah secara mutlaq kecuali yang tidak mengandung kesyirikan. Berdasarkan hadits ini, juga dapat dipahami bahwa tidak boleh melakukan ruqyah yang terdiri dari perkataan-perkataan tidak diketahui maknanya sebagaimana fatwa Sayyid ‘Alawi al-Saqaf di atas.

5. Hadits riwayat Abu Said Al-Khudri r.a.:

أن ناسا من أصحاب رسول الله صلى الله عليه و سلم كانوا في سفر فمروابحي من أحياء العرب فاستضافوهم فلم يضيفوهم فقالوا لهم هل فيكم راق ؟ فإن سيد الحي لديغ أو مصاب فقال رجل منهم نعم فأتاه فرقاه بفاتحة الكتاب فبرأ الرجل فأعطي قطيعا من غنم فأبى أن يقبلها وقال حتى أذكر ذلك للنبي صلى الله عليه و سلم فأتى النبي صلى الله عليه و سلم فذكر ذلك له فقال يا رسول الله والله ما رقيت إلا بفاتحة الكتاب فتبسم وقال وما أدراك أنها رقية ؟ ثم قال خذوا منهم واضربوا لي بسهم معكم

Artinya : Bahwa beberapa orang di antara sahabat Rasulullah SAW sedang berada dalam perjalanan melewati salah satu dari perkampungan Arab. Mereka berharap dapat menjadi tamu penduduk kampung tersebut. Namun ternyata penduduk kampung itu tidak mau menerima mereka. Tetapi ada yang menanyakan: Apakah di antara kalian ada yang dapat menjampi? Karena kepala kampung terkena sengatan atau terluka. Seorang dari para sahabat itu menjawab: Ya, ada. Orang itu lalu mendatangi kepala kampung dan menjampinya dengan surat Al-Fatihah. Ternyata kepala kampung itu sembuh dan diberikanlah kepadanya beberapa ekor kambing. Sahabat itu menolak untuk menerimanya dan berkata: Aku akan menanyakannya dahulu kepada kepada Nabi SAW. Dia pun pulang menemui Nabi SAW dan menuturkan peristiwa tersebut. Dia berkata: Ya Rasulullah! Demi Allah, aku hanya menjampi dengan surat Al-Fatihah. Mendengar penuturan itu: Rasulullah saw. tersenyum dan bersabda: Tahukah engkau bahwa Al-Fatihah itu merupakan jampi? Kemudian beliau melanjutkan: Ambillah imbalan dari mereka dan sisihkan bagianku bersama kalian. (H.R. Muslim)

Imam Nawawi mengatakan hadits ini menerangkan bahwa al-Fatihah dapat menjadi ruqyah. Oleh karena itu mustahab (dianjurkan) dibaca atas orang yang kena sengatan binatang dan orang sakit”.

beda pendapat hukum peruqyah

Memahami dalil-dalil diatas,baik yang bersumber dari al-Qur'an maupun hadits Rasulullah,maupun dua fatwa ulama,dapat kita simpulkan hukum dibolehkannya ruqyah bahkan dalam kondisi tertentu sangat dianjurkan.

Permasalahan timbul ketika sebagian golongan cenderung menilai bahwa praktek ruqyah dikatakan melenceng atau bahkan sesat,dan cenderung mencari massa sebanyak-banyaknya untuk mendukung pendapatnya dan kemudian massal bicara bahwa ruqyah itu sesat.

Pertanyaan saya timbul,"apakah hanya karena praktek ruqyah itu dipopulerkan oleh golongan sebelah dan minoritas,lantas yang merasa dari golongan mayoritas langsung menilai bahwa itu sesat tanpa diteliti hukum yang sebenarnya?,sementara dalil-dalil yang menunjukkan dibolehkannya ruqyah itu sudah jelas,kalaupun ada pendapat dari ulama yang cenderung menilai bahwa ruqyah itu tidak boleh itu lumrah,kenapa demikian?,ruqyah itu masuk pada babakan hukum fiqih,hukum fiqih itu pengkajiannya melalui proses ijtihad(penelitian),ketika dalam fiqih itu terdapat perbedaan pendapat dalam satu permasalahan hukum itu wajar terjadi.Dan ini tidak hanya soal rukyah saja,masalah-masalah yang lain seperti babakan sholat dan puasa saja terjadi perbedaan pendapat diantara ulama".

Saya pribadi(penulis)lebih mengambil hukum bolehnya rukyah karena yang jelas merukyah itu membaca al-Qur'an(letak sesatnya dimana?).Kemudian dirukyah itu disuruh mendengarkan bacaan al-Qur'an secara khidmat yang dibacakan oleh perukyah(letak sesatnya dimana?).

Hasil akhir dari usaha perukyah dan yang dirukyah adalah kesembuhan penyakit yang dirukyah dan itu murni berharap kepada Allah Tuhan Semesta Alam kalau Allah mengabulkan hajatnya.(letak sesatnya dimana?).

Saya(penulis) kebetulan adalah perukyah,yang belajar berbuat baik terhadap sesama,ketika segelintir atau bahkan golongan menilai saya melenceng,saya sedikit heran,ada apa sebenarnya?.Apakah karena mereka yang melarang praktek rukyah karena hadist ini?:

يدخل من أمتي الجنة سبعون ألفاً بغير حساب، قيل: يا رسول الله من هم؟ قال: الذين لا يرقون، ولا يسترقون، ولا يتطيرون وعلى ربهم يتوكلون. رواه البخاري ومسلم.

Artinya:“Ada dari umatku 70.000 orang yang masuk surga tanpa dihisab.Sahabat bertanya : siapakah mereka wahai Rasulullah?Rasulullah menjawab : yaitu mereka yang tidak meruqyah (jampi²),tidak minta diruqyah dan tidak melakukan tathayyur (mengundi nasib dengan perilaku burung) serta mereka bertawakal kepada Rabb mereka. (HR Bukhari dan Muslim)

Jika demikian, perhatikan penjelasan Imam an-Nawawi di bawah ini :

المدح في ترك الرقى المراد بها الرقىالتي هي من كلام الكفار، والرقى المجهولة، والتي بغير العربية، وما لا يعرف معناها، فهذه مذمومة لاحتمالأن معناها كفر، أو قريب منه، أو مكروه وأما الرقى بآيات القرآن وبالأذكار المعروفة فلا نهي فيه، بل هو سنة.

Artinya:“Pujian dalam meninggalkan ruqyah maksudnya adalah ruqyah yang berasal dari perkataan orang-orang kafir dan ruqyah (jampi²) yang tidak dikenal (majhul) yang tdk berbahasa Arab serta tidak diketahui maknanya.
Ruqyah seperti ini adalah tercela, karena mengandung kemungkinan memiliki arti yang kafir atau dekat dg kekafiran. Setidaknya makruh.
Adapun ruqyah dg ayat-ayat al-Qur’an atau dzikir-dzikir yang dikenal, maka tidak terlarang, bahkan sunnah.

Atau juga menurut Imam an-Nawawi bisa bermaksud utk menunjukkan keutamaan (AFDHALIYAH) saja, beliau berkata :

إن المدح في ترك الرقى للأفضلية، وبيان التوكل والذي فعل الرقى، وأذن فيها لبيان الجواز مع أن تركها أفضل، وبهذا قال ابن عبد البر

Artinya:“Sesungguhnya pujian utk meninggalkan ruqyah adalah utk afdhaliyah semata, dan menerangkan rasa tawakal (yang kurang) bagi orang yang melakukan ruqyah. Dizinkan utk melakukannya sebagai keterangan akan bolehnya hal ini walaupun meninggalkannya adalah lebih afdhal. Demikian ini pendapat Ibnu Abdil Barr.

Setelah itu Imam Nawawi mengatakan :

والمختار الأول وقد نقلوا الإجماع على جواز الرقى بالآيات، وأذكار الله تعالى قال المازري: جميع الرقى جائزةإذا كانت بكتاب الله أو بذكره، ومنهي عنها إذا كانت باللغة العجمية، أو بما لا يدرى معناه، لجواز أن يكون فيه كفر…

Artinya:“Pendapat yang terpilih adalah yang pertama. Para ulama bahkan ada yang menukilan adanya ijma (konsensus) atas bolehnya ruqyah dengan ayat-ayat al-Qur’an dan dzikir-dzikir kepada Allah Ta’âlâ.
Al-Mâzirî berkata : seluruh ruqyah diperbolehkan apabila menggunakan kitabullah atau dzikir. Dan ruqyah akan terlarang apabila menggunakan bahasa yang tidak bisa dipahami maknanya, karena adanya kemungkinan terkandung kekufuran di dalamnya.

Ketika seluruh dalil-dalil bahkan fatwa-fatwa ulama yang terangkum dalam kitab Ahlussunnah Waljama'ah dan kitab-kitab itu pun dipelajari dan diajarkan dilembaga pendidikan Islami seperti dipesantren,dan itu membolehkan adanya rukyah,lantas mengapa masih saja bilang sesat atau bahkan bilang saya terjerumus masuk ke golongan organisasi keagamaan lain yang tidak berfaham sunni,sementara saya lahir dari rahim ibu yang dari dulu NU dan terdidik dilembaga islam yang NU serta dididik oleh guru-guru yang NU.Masihkah menilai saya sesat karena rukyah???





DAFTAR PUSTAKA

1.An-Nawawi, Syarah Muslim, Dar Ihya at-Turatsi al-Araby, Beirut, Juz. XIV, Hal. 188

2.Sayyed ‘Alawi al-Saqaf, al-Qaul al-Jami’ al-Matiin fi Ba’dh al-Muhim min Huquq Ikhwanina al-Muslimin, dicetak dalam Kitab Sab’ah al-Kutub al-Mufidah, Usaha Keluarga, Semarang, Hal, 154

3.Imam Muslim, Shahih Muslim, Dar Ihya at-Turatsi al-Araby, Beirut, Juz. IV, Hal. 1727, No. Hadits : 2200.

4.Imam Muslim, Shahih Muslim, Dar Ihya at-Turatsi al-Araby, Beirut, Juz. IV, Hal. 1727, No. Hadits : 2201

5.An-Nawawi, Syarah Muslim, Dar Ihya at-Turatsi al-Araby, Beirut, Juz. XIV, Hal. 188

Manfaat Qurban Idul Adha


Qurban atau kurban secara makna kata adalah hewan sembelihan. Qurban adalah salah satu ibadah dalam agama islam yang mana dilakukannya penyembelihan binatang ternak yang di lakukan sebagai wujud pengorbanan
umat muslim. Ibadah qurban dilakukan pada bulan dzulhijah dalam penanggalan hijiriah, tepatnya pada 10 dzulhijjah.

Ibadah qurban diawali dalam sejarah Nabi Ibrahim dan Ismail, yang kisahnya tertuang di dalam Al-qur’an surat Ash shaafaat : 102-107.
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu;
insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya
atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ), dan Kami panggillah
dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu
sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang
berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata, dan
Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”

Hukum dan Syarat Qurban

Sejauh ini kebanyakan para ulama, dan ahli fiqh atau fuqaha sepakat
bahwa hukum dari ibadah qurban adalah sunnah muakad, atau sunah yang
diutamakan. Namun berbeda dengan pendapat abu hanifah kalangan sahabat
tabi’in yang menyatakan bahwa ibadah qurban adalah wajib.

Syarat dalam Qurban

Berikut beberapa syarat yang perlu di penuhi saat melakukan ibadah kurban.

 1. Orang yang berkurban harus menyediakan hewan kurban yang di dapat
    dengan cara halal dan tidak berhutang
 2. Hewan kurban adalah binatang ternak seperti sapi, kambing, domba,
    ataupun onta.
 3. Binatang qurban tidak boleh cacat, tidak pincang, tidak buta, tidak
    sakit di telinga, dan prinsipnya binatang qurban harus dalam kondisi
    sehat bugar.
 4. Binatang qurban juga harus memiliki umur tertentu untuk boleh
    dikorbankan.
     1. Untuk onta minimal umur 5 tahun
     2. Untuk sapi minimal telah berumur 2 tahun, sedangkan
     3. Untuk kambing dan domba minimal berumur 1 tahun
 5. Orang yang berkurban sebaiknya adalah mereka yang merdeka, sudah
    dewasa, dan berakal atau dalam keadaan sadar dan tidak memiliki
    masalah kejiwaan.

Berkurban memiliki makna yang dalam untuk mengajarkan setiap umat untuk
rela mengorbankan apa yang dimilikinya hanya semata-mata ditujukan
sebagai bentuk ketauhidan hanya kepada Allah. Sama seperti manfaat zakat
dan ibadah lainnya, ibadah qurban memiliki manfaat bagi kehidupan
personal maupun bagi lingkungan sosial. Berikut manfaat qurban yang
ditinjau dari berbagai pendekatan.


Manfaat Qurban bagi diri sendiri

1. Memupuk rasa empati

Hikmah di balik berkurban adalah melatih kita untuk memiliki sikap
kepedulian sosial. Kita yang selama ini memiliki kelebihan harta maka
sudah seharusnya menyisihkan sebagian untuk di korbankan dalam wujud
binatang ternak untuk kemudian dagingnya akan di konsumsi oleh banyak
orang yang membutuhkan.

2. Melatih diri untuk menjadi dermawan

Seseorang yang menjadi pribadi yang dermawan perlu dilatih hingga
menjadi kebiasaan. Menjadi dermawan dalam kebaikan sangat baik dan
banyak manfaatnya. Untuk bisa menjadi dermawan perlu di latih
terus-menerus dan tidak hanya sekali dua kali saja melainkan terus
dilakukan hingga menjadi kebiasaan. Jika kita sudah sering bersedekah
harta mungkin bisa di tingkatkan dengan berqurban di waktu hari raya
idul adha.

3. Meningkatkan ketaqwaan kepada Allah

Berqurban adalah salah satu perintah Allah yang jelas di cantumkan di
Al-qur’an. Dalam manfaat memeluk agama islam
ibadah qurban akan menjaga bahkan meningkatkan ketaqwaan kita kepada
Allah. Sehingga kita akan memiliki iman yang semakin kuat dan tidak
mudah mengikuti hawa nafsu.

4. Bekal pahala di hari akhir

Tentu saja ibadah qurban akan menjadi amal baik yang akan di catat oleh
malaikat. Ibadah qurban yang semata-mata ikhlas dilakukan sebagai bagian
dari pengabdian kepada Allah akan mendapatkan pahala yang setimpal.
Pahala inilah yang nantinya akan menyelamatkan kita di hari akhir kelak.

5. Membangun sikap solidaritas

Saat berqurban, sebaiknya juga membaur dengan orang lain dalam proses
penerimaan, penyembelihan, dan membagikan hewan kurban. Ada hikmah lain
yang bisa didapat dalam kegiatan kurban ini. Manfaat hidup rukun
saat kegiatan qurban akan membuat kita saling bekerjasama dalam
melakukan ibadah ini, setiap apa yang kita lakukan akan menjadi amalan
baik. Oleh karena itu akan membuat kita, lebih bisa bersosialisasi dan
berhubungan baik dengan orang lain.

6. Rezeki kita menjadi berkah

Saat kita berkurban menjadi salah satu upaya untuk menjadikan apa yang
selama ini kita kumpulkan, harta benda yang kita miliki menjadi berkah
dengan menggunakannya untuk ibadah. Bahkan manfaat qurban, akan
membahagiakan orang lain dalam jalan keislaman.

7. Menjauhkan diri dari sikap tamak

Berkurban membutuhkan banyak syarat yang harus dipenuhi, mulai dari
orang tersebut harus mampu, hingga mau melakukannya adalah hal yang
tidak mudah. Sebagaian dari kita mungkin ada yang mampu namun tidak mau.
Oleh karena itu ketika kita mau untuk berkurban, itu sudah membuktikan
kita tidak terlalu tergila-gila dengan harta dan susah untuk
mengeluarkannya. Manfaat agama terutama
islam, akan membuang sifat serakah yang ada di dalam diri dengan ikhlas
dalam berqurban.


Manfaat Qurban bagi orang lain


1. Menjaga tali silaturahmi

Saat hari raya qurban adalah salah satu sarana untuk menjalin tali
silaturahmi kepada orang lain. Tidak hanya kepada satu orang saja bahkan
bisa sampai banyak orang. Menyukseskan kegiatan kurban dibutuhkan
kebersamaan dan peranan banyak orang. Ini akan menjadi sarana pemersatu
diantara umat islam. Tidak ada perbedaan di hari itu, kita bersama-sama
berbagi kebahagian untuk sesama.

2. Mencukupi kebutuhan gizi kaum kecil

Dari tinjauan kesehatan, manfaat qurban bisa membantu memenuhi kebutuhan
gizi masyarakat indonesia. Mengingat kebutuhan gizi rakyat indonesia
sangat tinggi dan tidak semua rakyat mampu merasakan manfaat daging
 Oleh karena itu, saat hari raya
qurban menjadi salah satu kesempatan bagi masyarakat dari kalangan bawah
untuk memperbaiki asupan gizi, terutama yang berasal dari manfaat daging
sapi dan kambing.


Manfaat Qurban lainnya


1. Memakmurkan masjid

Qurban kebanyakan dilakukan di masjid. Saat hari raya kurban pasti
setiap masjid melakukan kegiatan penyembelihan dan pembagian hewan
kurban. Memakmurkan masjid adalah salah satu perintah yang perlu
dilakukan umat islam. Masjid akan tetap dimakmurkan setiap
waktunya, karena banyak orang yang melakukan ibadah mulai dari shalat
ied bersama hingga proses penyembelihan.

2. Menjaga budidaya hewan ternak

Ini adalah manfaat lain yang bisa di dapatkan untuk meningkatkan aspek
pertanian negara kita. Dengan adanya ibadah qurban, maka harus ada hewan
yang dikurbankan (disembelih). Peranan para peternak hewan seperti sapi,
kambing, dan domba di Indonesia akan sangat penting dalam membantu
terlaksananya kegiatan kurban ini. Manfaat qurban akan membantu
meningkatkan aspek di bidang peternakan, mengingat sampai saat ini saja
negara kita masih saja impor hewan-hewan ternak.

Bagi umat islam tentunya ibadah qurban tidak hanya semata-mata ibadah,
namun memberikan manfaatnya untuk sesama muslimin dan muslimat.

Manfaat Qurban Serta Hikmah Qurban Di Hari Raya Idul Adha

Oleh sebab itu akan memberitahukan manfaat serta hikmah
dari qurban yang kita laksanakan tersebut. Sebagai umat umat islam kita harus tau dan banyak mengetahui hal tersebut untuk menambah ilmu
pengetahuan dan menambah ibadah kita kepada Allah SWT. Nah inilah
beberapa manfaat dan hikmah qurban yang ketahui dari berbagai sumber.

1. Qurban Adalah Ibadah Yang Sangat Di Sukai Allah SWT

Dalam sebuah hadits di jelaskan: tidak ada amalan anak cucu Adam pada
hari raya Qurban yang lebih di sukai Allah melebihi dari pegucuran darah
(menyembelih hewan Quran), sesungguhnya pada hari kiamat nanti
hewan-hewan tersebut  akan datang lengkap dengan tanduk-tanduknya,
kuku-kukunya, dan bulu-bulunya, sesungguhnya darahnya akan sampai kepada
Allah sebagai qurban dimanapun hewan itu di sembelih sebelum darahnya
sampai ke tanah, maka iklaskanlah menyembelihnya. (HR. Ibn Majah dan
Tarmidzi).

Orang yang selalu berqurban akan mendapat pertolongan di hari akhir
nantinya dari hewan yang di sembelihnya. Maka tidaklah sia-sia amalan
setiap orang yang berqurban dengan iklas arena Allah SWT karena
pahalanya yang sangat besar.

2. Qurban Adalah Ciri-Ciri Umat Nabi Muhammad SAW

Dalam sebuah hadits di jelaskan: Dari Abu Hurairah, Rasulallah SAW
bersabda: Siapa yang mendapati dirinya dalam keadaan lapang lalu ia
tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami. (HR.
Ahmad Dan Ibnu Majah)

3. Memahami Makna Ujian Kecintaan Dari Allah Kepada nabi Ibrahim

Dalam Al-Qur’an Allah berfirman dalam surat Ash Shaffat ayat 102-107
yang di jelaskan:
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama
Ibrahim, Ibrahim berkata: hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam
mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka berfikirlah apa pendapatmu, Ia
menjawab: Hai bapakku, kerjakanlah apa yang di perintahkan kepadamu,
insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar,
tatkala keduanya telah berserah diri dan ibrahim membaringkan anaknya di
atas pelipisnya,(nyatalah kesabaran keduanya), dan kami panggil dia: Hai
Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya
demikianlah kami memberikan balasan kepada orang-orang yang berbuat
baik. Sesungguhnya ini benar-benar  suatu ujian yang sangat nyata. Dan
kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang sangat besar.

4. Setiap Helai Bulu Hewan Qurban Adalah Satu Kebaikan

Dalam sebuah hadits di jelaskan bahwa:
Zaid bin Arqam berkata: Wahai Rasulallah, apakah kurban itu? Rasulallah
Menjawab: qurban adalah sunnahnya bapak kalian, nabi Ibrahim, Mereka
menjawab: apa keutamaan yang akan kami peroleh dengan qurban itu?
Rasulallah menjawab: Setiap helai rambutnya adalah satu kebaikan. Mereka
menjawab: kalau bulu-bulunya? Rasulallah menjawab: Setiap helai bulunya
juga satu kebaikan. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Nah yang harus ketahui adalah setiap helai bulu dan rambut dari hewan
yang di qurbankan mempunyai satu kebaikan yang kita dapatkan. Bayangkan
berapa helaikah bulu hewan yang kita qurbankan itu.

5. Qurban Adalah Ibadah Yang Di Utamakan Setiap Orang Muslim

Dalam Al-Qur’an Allah SWT menjelaskan dalam surat Al-Kautsar ayat 2:
Maka dirikanlah shalat karena tuhanmu dan berqurbanlah.

Dan dalam surat Al-An’am ayat 162 di jelaskan:
Katakanlah: sesungguhnya shalatku, sembelihanku (qurban), hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, tuhan semesta alam.

Jadi setiap umat islam itu sangat di utamakan dalam berqurban karena
qurban adalah sebagian dari pada ibadah kepada Allah SWT.

6. Qurban Sebagian Dari Syiar agama Islam

Dalam surat Al-hajj ayat 34 Allah SWT menjelaskan: dan bagi tiap-tiap
umat islam telah kami syari’atkan penyembelihan ( qurban), supaya mereka
menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah di rezekikan
Allah kepada mereka maka tuhanmu ialah tuhan yang maha esa, karena itu
berserah dirilah kamu kepadanya. Dan berilah kabar gembira kepada
orang-orang yang tanduk patuh(kepada Allah).

 Itulah beberapa manfaat dan hikmah qurban

bagi kita sebagai umat islam yang berbakti kepada Allah SWT yang dapat
dituliskan dalam artikel ini yang di dapat dari berbagai
sumber. Dan sebenarnya masih banyak lagi manfaat dan hikmah dai qurban
ini. semoga bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah keimanan kita
kepada Allah SWT.Amiin

Penyimpangan Aqidah Dan Cara-Cara Penanggulangannya

Sumber Photo:google.com
Penyimpangan dari aqidah yang benar adalah kehancuran dan kesesatan. Karena aqidah yang benar merupakan motivator utama bagi amal yang bermanfaat. Tanpa aqidah yang benar, seseorang akan menjadi mangsa bagi persangkaan dan keragu-raguan yang lama-kelamaan mungkin menumpuk dan menghalangi dari pandangan yang benar terhadap jalan hidup kebahagiaan, sehingga hidupnya terasa sempit lalu ia ingin terbebas dari kesempitan tersebut dengan menyudahi hidup, sekali pun dengan bunuh diri, sebagaimana yang terjadi pada banyak orang yang telah kehilangan hidayah dari aqidah yang benar.

Masyarakat yang tidak dipimpin oleh aqidah yang benar merupakan masyarakat bahimi (hewani), tidak memiliki prinsip-prinsip hidup bahagia, sekali pun mereka bergelimang materi tetapi terkadang justru sering menyeret mereka pada kehancuran, sebagaimana yang kita lihat pada masyarakat jahiliyah.
Karena sesungguhnya kekayaan materi memerlukan taujih (pengarahan) dalam penggunaannya, dan tidak ada pemberi arahan yang benar kecuali aqidah shahihah. Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman:
”Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih.” (Al-Mu’minun: 51)
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud kurnia dari Kami. (Kami berfirman): ‘Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud’, dan Kami telah melunakkan besi untuknya, (yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang saleh. Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan.” (Saba’: 10-11)

Maka kekuatan aqidah tidak boleh dipisahkan dari kekuatan madiyah (materi). Jika hal itu dilakukan dengan menyeleweng kepada aqidah batil, maka kekuatan materi akan berubah menjadi sarana penghancur dan alat perusak, seperti yang terjadi di negara-negara non muslim yang memiliki materi, tetapi tidak memiliki aqidah shahihah.

Sebab-sebab penyimpangan dari aqidah shahihah yang harus kita ketahui yaitu:
1.Kebodohan terhadap aqidah shahihah, karena tidak mau (enggan) mempelajari dan mengajarkannya, atau karena kurangnya perhatian terhadapnya. Sehingga tumbuh suatu generasi yang tidak mengenal aqidah shahihah dan juga tidak mengetahui lawan atau ke­balikannya.Akibatnya, mereka meyakini yang haq sebagai sesuatu yang batil dan yang batil dianggap sebagai yang haq. Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Umar Radhiallaahu anhu :
“Sesungguhnya ikatan simpul Islam akan pudar satu demi satu, manakala di dalam Islam terdapat orang yang tumbuh tanpa mengenal kejahiliyahan.”

2.Ta’ashshub (fanatik) kepada sesuatu yang diwarisi dari bapak dan nenek moyangnya, sekali pun hal itu batil, dan mencampakkan apa yang menyalahinya, sekali pun hal itu benar. Sebagaimana yang difirmankan Allah Subhannahu wa Ta’ala: “Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) ne­nek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?” (Al-Baqarah: 170)

3.Taqlid buta, dengan mengambil pendapat manusia dalam ma­salah aqidah tanpa mengetahui dalilnya dan tanpa menyelidiki se­berapa jauh kebenarannya. Sebagaimana yang terjadi pada golongan-golongan seperti Mu’tazilah, Jahmiyah dan lainnya. Mereka bertaqlid kepada orang-orang sebelum mereka dari para imam sesat, sehingga mereka juga sesat, jauh dari aqidah shahihah.

4.Ghuluw (berlebihan) dalam mencintai para wali dan orang-orang shalih, serta mengangkat mereka di atas derajat yang semestinya, sehingga meyakini pada diri mereka sesuatu yang tidak mampu dilakukan kecuali oleh Allah, baik berupa mendatangkan kemanfa­atan maupun menolak kemudharatan.Juga menjadikan para wali itu sebagai perantara antara Allah dan makhlukNya, sehingga sampai pada tingkat penyembahan para wali tersebut dan bukan menyembah Allah.Berbeda dengan menziarahi makamnya dengan niat mendoakannya sebagai manusia pilihan Allah yang punya jasa besar terhadap penyebaran agama Allah,tentu hal ini dianjurkan dan sunnah hukumnya serta tidak menjadikan rusaknya aqidah.

5.Ghaflah (lalai) terhadap perenungan ayat-ayat Allah(tanda-tanda kekuasaan Allah) yang ter­hampar di jagat raya ini (ayat-ayat kauniyah) dan ayat-ayat Allah yang tertuang dalam KitabNya (ayat-ayat Qur’aniyah). Di samping itu, juga terbuai dengan hasil-hasil teknologi dan kebudayaan, sampai-sampai mengira bahwa itu semua adalah hasil kreasi manusia semata, sehingga mereka mengagung-agungkan manusia serta menisbatkan se­luruh kemajuan ini kepada jerih payah dan penemuan manusia semata.Sebagaimana kesombongan Qarun yang mengatakan: “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.” (Al-Qashash: 78)
Dan sebagaimana perkataan orang lain yang juga sombong: “Ini adalah hakku …” (Fushshilat: 50)”Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepinta­ranku”. (Az-Zumar: 49)

Mereka tidak berpikir dan tidak pula melihat keagungan Tuhan yang telah menciptakan alam ini dan yang telah menimbun berbagai macam keistimewaan di dalamnya. Juga yang telah menciptakan manusia lengkap dengan bekal keahlian dan kemampuan guna menemukan keistimewaan-keistimewaan alam serta mengfungsikannya demi kepentingan manusia. “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu”. (Ash-Shaffat: 96)

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, …” (Al-A’raf: 185)

“Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menu­runkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu, dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendakNya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah menunduk­kan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu ma­lam dan siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.” (Ibrahim: 32-34)

Pada umumnya rumah tangga sekarang ini kosong dari pen­garahan yang benar (menurut Islam). Padahal baginda Rasulullah telah bersabda: “Setiap bayi itu dilahirkan atas dasar fitrah. Maka kedua orang-tuanyalah yang (kemudian) membuatnya menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi.” (HR. Al-Bukhari)

Jadi, orang tua mempunyai peranan besar dalam meluruskan jalan hidup anak-anaknya. Enggannya media pendidikan dan media informasi melaksanakan tugasnya. Kurikulum pendidikan kebanyakan tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap pendidikan agama Islam, bahkan ada yang tidak peduli sama sekali. Sedangkan media informasi, baik media cetak maupun elektronik berubah menjadi sarana penghancur dan perusak, atau paling tidak hanya memfokuskan pada hal-hal yang bersifat materi dan hiburan semata.
Tidak memperhatikan hal-hal yang dapat meluruskan moral dan menanamkan aqidah serta menangkis aliran-aliran sesat. 

Dari sini, muncullah generasi yang telanjang tanpa senjata, yang tak berdaya di hadapan pasukan kekufuran yang lengkap persenjataannya.

Cara menanggulangi penyimpangan di atas teringkas dalam point-point berikut ini:
Kembali kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam untuk mengambil aqidah shahihah. Sebagaimana para Salaf Shalih mengambil aqidah mereka dari keduanya. Tidak akan dapat memper­baiki akhir umat ini kecuali apa yang telah memperbaiki umat pendahulunya. Juga dengan mengkaji aqidah golongan sesat dan mengenal syubhat-syubhat mereka untuk kita bantah dan kita waspadai, karena siapa yang tidak mengenal keburukan, ia dikhawatirkan terperosok ke dalamnya.

Memberi perhatian pada pengajaran aqidah shahihah, aqidah salaf, di berbagai jenjang pendidikan. Memberi jam pelajaran yang cukup serta mengadakan evaluasi yang ketat dalam menyajikan materi ini. 

Harus ditetapkan kitab-kitab salaf yang bersih sebagai materi pelajaran. Sedangkan kitab-kitab kelompok penyeleweng harus dijauhkan.
Menyebar para da’i yang meluruskan aqidah umat Islam dengan mengajarkan aqidah salaf serta menjawab dan menolak seluruh aqidah batil.Wallahu a'lam bissowaab.

Ali bin Abi Thalib dan prestasinya saat menjadi pemimpin

Ilustrasi gambar dari:google.com

Prestasi Ali bin Abi Thalib Ketika Menjadi Pemimpin 

 Sepeninggal Khalifah Usman bin Affan dalam kondisi yang masih perlu diperbaiki dalam pemerintahannya , kaum muslimin meminta Ali bin Abi Thalib untuk menjadi Khalifah. Akan tetapi ada bebarapa tokoh yang menolak usulan tersebut.

 Khalifah Ali bin Abi Thalib melaksanakan langkah-langkah yang dapat dianggap sebagai prestasi yang telah dicapai pada saat menjabat sebagai Khalifah antara lain:
1. Mengganti Pejabat yang Kurang Cakap
 Khalifah Ali bin Abi Thalib menginginkan sebuah pemerintahan yang efektif dan efisien. Oleh karena itu, beliau kemudian mengganti pejabat-pejabat yang kurang cakap dalam bekerja.
Akan tetapi, pejabat-pejabat tersebut ternyata banyak yang berasal dari keluarga Khalifah Usman bin Affan ( Bani Umayah ). Akibatnya, makin banyak kalangan Bani Umayah yang kurang menyukai Khalifah Ali bin Abi Thalib.

Adapun gubernur baru yang diangkat Khalifah Ali bin Abi Thalib antara lain:

a. Sahl bin Hanif sebagai gubernur Syiria.

b. Usman bin Hanif sebagai gubernur Basrah.

c. Qays bin Sa’ad sebagai gubernur Mesir.

d. Umrah bin Syihab sebagai gubernur Kufah.

e. Ubaidaillah bin Abbas sebagai gubernur Yaman.

2. Membenahi Keuangan Negara ( Baitul Mal ) 
Pada Masa Khalifah Utsman bin Affan, banyak kerabatnya yang diberi fasilitas negara. Khalifah Ali bin Abi Thalib memiliki tanggung jawab untuk membereskan permasalahan tersebut.

Beliau menyita harta para pejabat tersebut yang diperoleh secara tidak benar.Harta tersebut kemudian disimpan di Baitul Mal dan digunakan untuk kesejahteraan rakyat.
Kebijakan tersebut mendapat tantangan dan perlawanan dari mantan penguasa dan kerabat Utsman bin Affan. Mereka menghasut para shahabat yang lain untuk menentang kebijakan Ali bin Abi Thalib.Dan melakukan perlawanan terhadap Khalifah Ali bin Abi Thalib. Akibatnya terjadi peperangan seperti perang Jamal dan perang Shiffin.

3. Memajukan Bidang Ilmu Bahasa 

Pada saat Khalifah Ali bin Abi Thalib memegang pemerintahan , Wilayah Islam sudah mencapai India. Pada saat itu , penulisan huruf hijaiyyah belum dilengkapi dengan tanda baca, seperti kasrah, fathah, dhommah dan syaddah. hal itu menyebabkan banyaknya kesalahan bacaan teks Al-Qur'an dan Hadits di daerah-daerah yang jauh dari Jazirah Arab.

Untuk menghindari kesalahan fatal dalam bacaan Al-Qur'an dan Hadits,Khalifah Ali bin Abi Thalib memerintahkan Abu Aswad ad Duali untuk mengembangkan pokok-pokok ilmu nahwu, yaitu ilmu yang mempelajarai tata bahasa Arab.
Keberadaan ilmu nahwu diharapkan dapat membantu orang-orang non Arab dalam mempelajari sumber utama ajaran islam, yaitu Al-Qur'an dan Hadits.

4. Bidang Pembangunan 

Khalifah Ali bin Abi Thalib membangun Kota Kuffah secara khusus. Pada awalnya kota Kufah disiapkan sebagai pusat pertahanan oleh Mu'awiyyah bin Abi Sufyan. Akan tetapi Kota Kufah kemudian berkembang menjadi pusat ilmu tafsir, ilmu hadits,ilmu nahwu dan ilmu pengetahuan lainnya.

Setelah mengamati prestasi, Keempat khalifah(baik Abu Bakar,Umar,Usman dan Ali) memiliki persamaan prestasi pada penyebaran daerah Islam.Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain:

a. Islam mengajarkan semua sendi kehidupan, baik agama, sosial, politik, ekonomi, dan budaya. 

b. Kewajiban dakwah bagi pemeluknya merupakan pendorong utama bagi para sahabat untuk menyebarkan Islam. 

c. Byzantium dan Persia mulai melemah membuat Islam bisa berkembang dengan cepat.

d. Kebebasan beragama bagi masyarakat di Byzantium membuka peluang untuk mengajarkan ajaran Islam. 

e. Penyebaran Islam dilakukan secara simpatik dengan penuh kedamaian. Kekerasan diperlukan dalam kondisi yang tidak ada pilihan.
f. Bangsa Arab lebih dekat dengan bangsa-bangsa jazirah.

g. Mesir, Syiria, dan Irak merupakan daerah kaya yang ingin membebaskan diri dari penjajahan Romawi dan persia. Sekaligus menjadi penyokong dana dalam menyebarkan Islam.

Back To Top